Senin, 25 Juli 2011

Bundaku Menangis



Ketika tepak langkahmu tertatih,
Nafas panjangmu tertindih
Raga ringkihmu merintih
Nyawamu seakan terpilih


Engkau  sendiri  tak ada yang menemani,
Berjuang keluh oleh amuk bumi


Air laut meninggi
Gunung-gunung mengeluarkan isi
Lari ke sana sini,
Menyisakan goresan sayatan hati, pilu.



Gelap, pekat.
Amuk bumi membuatmu sekarat
Berharap Tuhan berikan mukjizat


Satu, dua kali bahkan lebih tak lagi terbaca
Ketika senggolan mesra bencana
Lagi-lagi menyapa!
Sedangkan mereka,
Seakan terlupa,
Kapan ajal bisa buatnya binasa,
Masih saja bersantai ria,
Tidur nyenyak duduk di sofa
Membicarakanmu, melototimu
Bahkan, air mata itu terasa palsu!


Kebaya merahmu, berubah menjadi ungu
Ketika engkau tak sanggup lagi berlari mengadu
Bahkan kini, jarik lurik kesukaanmu
Berubah menjadi abu-abu
Lalu bagaimana dengan hatimu?
Apakah luka itu akan membekas bisu?




Hong Kong, 27 Oktober 2010 23.29
Rasaku  mengenang ketika itu.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar