![]() |
gambar:kembarad7000.blogspot.com |
Tak banyak yang tahu
tentang janji itu. Janjiku dan kamu. Begitu sederhana janji kita. Atau memang
kita berdua sengaja membuatnya sesederhana mungkin--- sehingga tak harus ada
khawatir untuk terbesit ingkar di hati kita masing-masing.
Ya, janji kita untuk bisa bersama
menjalin ikatan. Janji yang akan kita lanjutkan ke jenjang
yang lebih indah. Dalam cerita hidup yang akan kita ukir berbingkai coretan kisah sejarah---yang akan kita
wariskan untuk anak cucu kita nanti.
Nanti. Ya, nanti?
Pernikahan, itulah tujuan
kita saat itu. Sebuah janji sama-sama kita ukir dengan pena yang sama dalam
hati kita. Sebuah janji yang sama-sama kita jaga untuk tujuan yang sama---yaitu
kebersamaan. Setia itulah ikrar kita saat itu. Ya, setia.
Aku pasti akan memegang ikrar kita. Janji
yang tulus yang pernah ku ucapkan padamu ketika itu.
Hanya dua tahun, itulah
pametku padamu ketika itu.
Bukankah waktu dua tahun itu sangat terasa lama?, tanyamu padaku ketika itu.
Tidak sayang, waktu dua tahun itu akan sangat terasa cepat bagi kita kalau kita
sama-sama menjaga janji kita. Ku
coba kembali menyakinkanmu dengan sebuah kepastian, bahwa aku pasti akan pulang
dalam waktu dua tahun. Kutinggalkan
sebuah arloji untukmu, agar engkau dapat memandangi waktu dan mengingatku setiap
saat. Bahwa dua tahun itu akan sangat terasa cepat.
Kejujuran dalam hatiku
memberontak saat itu. Aku tak ingin jauh darimu, dan alasan ini terus dan terus
memburuku hingga memenuhi bilik-bilik mimpi kerinduanku padamu. Aku terdiam
atas sikap nekatku saat itu. Kuputuskan pergi untuk beberapa saat bukan karena
tanpa alasan. Justru inilah masa depan kita. Dua tahun terasa cepat ketika
musim dingin pertama bulan Oktober menyapaku. Ketika aku masih sangat asing
dengan musim yang masih baru. Ketika aku harus bertahan hidup tanpamu di
sisiku. Seluruh pori-pori kulitku mengering----akibat musim yang terasa kering.
Darah segar mengucur dari hidungku,dan kata
mereka aku kurang minum air. Tubuhku memberontak dengan kondisi ini. Aku ingin pulang!!!
Satu tahun lagi janji itu
akan datang kepada kita. Aku bersabar untuk itu, dan aku harap di sana
engkaupun akan juga lebih bersabar. Untukku, untukmu, dan untuk kita berdua.
Kegiranganku bertambah, semenjak musim dingin berlalu dan tergantikan musim
panas yang sangat menyengat. Matahari seakan-akan sombong sekali terhadap
penduduk bumi--- termasuk juga padaku, yang harus rela membiarkan kulitku
berwarna gelap akibat sinarnya yang tak bersahabat.
Tapi, tak apalah. Hatiku
merasa sangat terhibur ketika lembar demi lembar kalender berganti. Hari Senin menguber
Senin kembali terasa cepat silih
berganti. Bukan dua tahun itu yang ku rindukan. Tetapi dua bulan lagi yang
kurindukan. Dua bulan lagi aku akan pulang.
Tunggu aku, bersabarlah
demi janji kita. Aku menjaganya hingga kini untukmu. Untukku dan untukmu.
Dengan hadir bayangku serta
hadir bayangmu yang seutuhnya. Dengan segenap jiwa serta hati putih yang kita
simpan dalam jemari rindu kita. Semua
luka dan kesedihan kita selama ini akan segera tergantikan dengan pertemuan.
Tetapi, langit seakan gelap
saat itu---matahari seperti berbalik arah terbitnya di senja kelabuku. Waktupun seakan berhenti ikut berlari dari kalender demi
kalender yang telah kususun rapi untukmu. Yeung
UK Road Tsuen Wan, senja petang ketika aku mengumpulkan sisa tenaga yang
terhempas asa.
Sebuah SMS “pametmu”
padaku---disertai maaf yang tersingkap khilaf. Kau ungkapkan kalimat penganiayaan itu
padaku,“besok adalah hari pernikahanku
dengan gadis pilihan orang tuaku.”
Ani Ramadhanie
Hening. Man King Fung, 30 Oktober 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar