Senin, 04 November 2013

Belajar Dari Setiap Kehilangan

Foto Pribadi

Catatan lama yang terselip di file tak karuan ini baru sempat saya publish :)


Jumat subuh minggu lalu kurasakan sangat berbeda. Kebiasaan mencarai HP setelah bangun tidur, kemudian mantengin beberapa status di beranda Facebook sebelum subuh merupakan salah satu caraku agar ngantuk dan malas segera menghilang. Perasaan kaget serta tidak percaya itu datang seperti mimpi. Seorang teman Wartawan yang bekerja di salah satu Media besar di Jakarta membuat status sekitar dua jam yang lalu; innalillahi wainna illaihi rojiún, Uje…


Aku yang masih belum begitu sadar dari rasa kantuk, segera terperanjat. Apakah aku yang bermimpi. Atau temanku ini yang salah bikin status. Segera ku cari-cari tiket pengajian Ustad Jefry Al-Buchori yang rencanannya akan aku hadiri pada minggu ini. Ha, benarkah? Bukankah beliau ini masih muda? Bukankah beliau minggu ini akan mengisi tausyiah di Hong Kong? Detak jantungku semakin berlari tanpa bisa aku kendalikan. Jemariku bergetar di atas layar HP ketika  mencari kebenaran berita itu. Innalillahi wainna illaihi rojiún, ternyata tidak  ada yang salah. Dia telah pergi. Kecelakaan itu telah Allah takdirkan sebagai alasan kepergiannya. Pagi itu menjadi subuh yang sangat berbeda buatku. Larut dalam sujud serta linangan air mata.  Di atas sajadah itu aku merasa sangat takut. Ya Allah, semua akan kembali padamu. Tak ada kepastian tentang apa yang akan terjadi di hari esok dan kemudian hari.



Jumat itu menjadi Jumat berkabung. Rasa kehilangan menyusup pada setiap relung hati. Tidak hanya keluarga saja yang merasa telah di tinggal pergi. Seluruh portal pemberitaan on line menjadikan kepergian Ustadz yang dikenal gaul itu menjadi headline. Pembahasan penyebab kecelakaan hingga latar belakang kehidupan personal dari Uje seakan menjadi magnet tersendiri. Air mataku menetes, dadaku terasa sesak sekali. Foto-foto yang tersebar di internet itu seakan menyuruhku untuk segera bercermin. Menjadi pengingat tentang siapa aku. Dan apa yang akan menjadi tujuanku dalam hidup ini? Ya Allah, ribuan orang menangisi kepergian beliau. Ribuan orang menshalatkan beliau. Ribuan orang membacakan doa Al-fatihah pada beliau. Menggemakan nama-nama Besar Allah, memintakan ampunan atas segala dosa dan khilaf beliau. Bagaimana dengan kematianku nanti? Bagaimana jika aku nanti meninggal di sini, di saat aku masih jauh dari keluargaku? Bagaimana Ya Allah?  Banyak pertanyaan yang berkecamuk di benakku. Banyak pertanyaan yang akhirnya hanya terjawab di atas sajadahku. Di shalat dan doaku. Di sebuah kepasrahan, aku hanya bisa meminta dan menangis. Terlalu banyak alasan, sehingga lalai lebih sering menjadikan diriku menjauh pelan dari-Nya selama ini.



Tentang kematian, dia memang adalah sebuah kepastian. Sesuatu yang akan datang dengan paksa, tak mengenal usia. Tanpa harus bertanya dahulu sudahkah kita siyap terhadap kedatangannya? Banyak orang yang berpendapat dapat memutar kembali waktu karena penyesalan, sampai hanya itu yang tinggal di benak mereka. Sampai penyesalan menggerogoti jiwa mereka. Sampai lama-kelamaan, mereka mati bersamannya. Penyesalan, sama seperti hidup. Sama seperti kenangan. Adalah hal yang sangat mengerikan. Mendadak aku teringat perbincangan seseorang di waktu yang belum lama ini; Ah, sudahlah nanti saja tobatnya. Kalau kita sudah pulang ke Indonesia. Kalau umur kita sudah tua. Mumpung sekarang kita bisa, jadi ya harus di buat senang-senang sepuasnya, kenapa kok di sia-siakan! Astagfirullah hal’adzim.





Ya Allah, aku memang tidak mengenal secara dekat siapa Ustad Jefry,  tetapi jujur saja, aku mendapatkan hikmah yang luar biasa dari kepergian beliau. Aku menyadari masih terlalu banyak kekuaranganku di masa lalu. Masih terlalu sedikitnya amal ibadahku yang kelak akan aku jadikan ia sebagai pertolonganku. Cukuplah kematian sebagai pelembut hati, pengucur air mata, pemisah dengan keluarga dan sahabat,  serta pemutus angan-angan.  Allahumma Ya Allah, hamba mohon hidup selalu dalam hidayah-Mu, dalam ketaqwaan, dalam kemampuan. Allahumma Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hamba yang Kau ikhlaskan, berilah rizki teragung dengan sifat ikhlas di hati, pikiran, dan amal hamba. Sucikan diri hamba dari sombong, riya, ujub, dan semua penyakit hati. Amin. ***Ani Ramdhan***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar